Ini sehimpun fiksi mungil. Begitu, aku suka menyebutnya. Kau boleh menyebutnya fiksi mikro (micro fiction), fiksi cepat atau flash literature, cerita mini, atau cerita setelapak tangan atau nouvelles sebagaimana orang Perancis menyebutnya. Semua itu sesungguhnya merujuk pada fiksi yang “sangat-sangat pendek”. Mungkin ia terdiri hanya beberapa patah kata, sebaris kalimat atau beberapa baris kalimat. Kalau harus mengacu pada jumlah kata, saya akan membatasi: tak lebih 50 kata. Dalam batasan itulah cerita mesti dihasilkan. Dimana setidaknya tiga elemen penceritaan tetap terasa di sana. Tokoh, konflik dan alur. Tanpa itu, ia bisa menjadi hanya semacam catatan impresi atau puisi. Setidaknya, itulah yang saya yakini ketika menuliskan fiksi mungil.
Ambulan yang Lewat Tengah Malam
Ambulan yang membawa jenazahmu berkali-kali oleng karena sopirnya ngantuk. “Aku tak mau mati kecelakaan lagi,” katamu. “Sini, biar saya setir.” Pak Sopir pun gantian istirahat di peti mati. Kulihat ambulan itu melintas pelan menuju rumahmu.
Sebutir Debu
Tepat, ketika sebutir debu itu jatuh menyentuh tanah, semesta ini pun meledak.
Sumur Tua di Belakang Rumah
Setiap purnama airnya berwarna merah. “Dulu,” cerita Nenek, “puluhan orang dibantai, dan dibuang ke dalamnya.” Siapa pun dilarang mendekat. Tapi diam-diam aku suka ke sana. Menyaksikan bangkai mayatku mengapung di dasar sumur itu.
Bayi
Tengah malam, bayi yang lapar itu terus menangis menjerit-jerit. Pelan-pelan ia mulai memakan jari-jarinya, lengan dan kakinya, melahap usus dan jantungnya, hingga tak bersisa.
Misteri Mutilasi
Ia memotong-motong tubuhnya sendiri, dan membuangnya ke kali. Polisi masih sibuk mencari pembunuhnya, sampai kini.
Apel
Dipetiknya apel itu. Diberikannya buat Adam dan Tuhan. Kini ia sendirian di surga.
Pengantin
Tak pernah ia bertemu perempuan secantik itu. Mengingatkan pada Putri Tidur jelita. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama dan meminangnya. Tak ada yang tahu ketika ia membawa mayat itu ke kamarnya.
Teka-teki Pembunuhan
Ia dihukum karena membunuh. Ia bertemu dengan orang yang dibunuhnya dalam penjara. Keduanya terkejut saat saling bertatapan. Ia pun segera mengenali: orang itulah yang dulu telah membunuhnya.
Jangan Membunuh Ular di Hari Minggu
Kau menjerit ketika seekor ular keluar dari mimpi, dan cepat-cepat menghantamnya. Saat terbangun, kau mendapati ibumu mati terkapar bersimbah darah. Kepalanya pecah.
Pembohong Pertama
Mereka akhirnya tahu: Iblis ternyata benar. Tuhan yang bohong.
Sarapan Pagi
Potongan daging busuk penuh belatung berceceran di lantai. Bau busuk meruap dalam kamar gelap itu. Sumanto menikmati sarapan paginya dengan tenang.
Matinya Seorang Pelawak
Tak ada yang tersenyum menyaksikannya di panggung. Ketika ia mati, semua orang tertawa.
Pada Sebuah Kuburan
Orang-orang bilang kuburan itu berhantu. Bila pulang malam-malam, kau pasti merinding setiap melewatinya. Seperti ada suara yang terus melolong. Kau seperti mendengar suaramu yang menjerit keakitan ketika dulu kau mati dipotong-potong dan dibuang ke kuburan itu.
Ramalan
Suatu kali seorang peramal mendatangi. “Kau akan mati ketabrak kereta api,” katanya. Padahal ia tak pernah dilahirkan.
Alibi
Polisi tak bisa mendakwamu. Meski para tetangga curiga, kau memang tak di tempat kejadian saat istrimu mati dengan delapan tusukan. Kau juga tak di tempat kejadian, ketika ketiga anakmu mati mengenaskan. Dan Polisi makin tak bisa mendakwamu, ketika mayatmu ditemukan, kau pun tak ada di tempat kejadian.
Anjing
Ia berubah jadi anjing. Itulah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Anak istrinya yang kelaparan segera menyembelihnya.
Mayat di Pinggir Kali
Mayat itu ditemukan telanjang di pinggir kali. Ia dihukum lima tahun penjara karena melanggar Undang-undang Pornografi.
Ulat dalam Kepala
Bocah itu iba pada adiknya yang terbaring sakit. Kepalanya makin bengkak. “Seperti ada ulat di otakku.” Suatu hari ia melihat ibunya membelah apel, dan ada ulat di dalamnya. Segera ia mengambil pisau. Kini ia tahu bagaimana menolong adiknya.
TKI yang Pulang Kampung
Ia dikabarkan mati. Saat ia kembali, keluarganya sedih. Tengah malam ia pun menggantung diri.
Di Kafe
Sembari menunggu ia bercakap-cakap dengan tamunya yang tak pernah datang. Sampai kafe tutup. Dan ia pulang. Tapi pelayan kafe masih melihatnya terus duduk di kursi itu.
Berita dari Koran Pagi
Ayahmu menggampar ibumu sampai mati karena ia telah menggorok kamu yang dengan sadis membacok ayahmu hingga tewas hanya karena tak membelikanmu mainan.
Salju
Matahari begitu terik. Sebutir salju melayang jatuh di telapak tangan. Ia berteriak gembira. Sejak itu orang-orang menganggapnya gila.
Tamasya Keluaga Seorang Kerani
Liburan sekolah ini ia ingin mengajak anak-anaknya tamasya. “Meski miskin, sesekali perlu juga kita rekreasi,” katanya. Anak-anak bersorak gembira. Ia menyisihkan sedikit uang gaji. Digoncengnya anak-anak ke Kebun Binatang. Ia tersenyum menyaksikan mereka berlarian, main prosotan. Handphone-nya berbunyi. Dari istrinya, “Katanya mau ngajak liburan. Anak-anak nunggu di rumah nih!”
Seusai Pemakaman
Selesai orang-orang menguburkannya, ia pun kembali ke rumah. “Ayah pulang! Ayah pulang!” anak-anaknya berlarian riang. Di pintu, mata istrinya berlinang.
Mudik Lebaran
Aneh sekali. Stasiun lengang dan sepi. Cuma ia sendiri. Menanti kereta api yang tak juga muncul. Meski ia sudah di menunggu sejak lebaran bertahun lalu.
Saat Paling Indah dalam Hidup Sepasang Suami Istri
Keduanya duduk di beranda, menikmati teh hangat, memandang senja yang bagai usia perkawinan mereka. Ceritakan kisah paling lucu dalam hidupmu, kata si istri. Ialah ketika aku membunuhmu, jawab si suami. Istrinya pun tertawa.
Hiroko
Ia tak terbangun ketika bom atom itu meledak di sampingnya.
Teka-teki Laki-laki yang Tak Kembali
Terkantuk-kantuk perempuan itu menunggu suaminya pulang. Terdengar kunci pintu dibuka pelan. Sejak itu suaminya tak pernah muncul.
Pohon Hayat
Ketika kanak, kau mendengar kisah pohon rimbun di alun-alun kotamu. Setiap selembar daunnya luruh, seseorang akan mati. Pernah sebagian besar daunnya rontok ketika terjadi pembantaian. Kini kau gemetar memandangi satu-satunya daun yang tersisa di pohon itu.
Ibu yang Menunggu
Anaknya hilang saat kerusuhan. “Mungkin diculik. Mungkin terpanggang api yang membakar pertokoan,” kata orang-orang. Sejak itu ia selalu duduk termangu di beranda, hingga larut. Bertahun-tahun kemudian para peronda masih sering melihatnya duduk di situ, meski ia telah lama mati dan rumah itu sepi.
Kisah Seorang Psikopat
Sebelum polisi tiba ia bergegas mengemas koper yang berisi potongan tubuhnya.
Tabrak Lari
Saat terburu berangkat kantor kau menabrak pejalan kaki. Tubuhnya terpelanting dan tergilas. Kau terus tancap gas. Malam harinya, istrimu begitu sedih setelah mendapat kabar kamu mati tertabrak ketika menyeberang tadi petang. Kau menangis menceritakan kisah itu padaku yang tadi pagi mati karna tabrak lari.
Reinkarnasi
Setelah mati di masa depan, aku terlahir kembali di masa silam sebagai diriku yang sekarang.
Kasus Salah Tangkap
Kau tak pernah bisa mengerti, kenapa polisi menangkapmu. Mereka terus menginterogasi. Menggertak dan memukulmu berkali-kali. Memaksamu agar mengaku. Kau dituduh membunuh kekasihmu. Padahal kekasihmu masih hidup. Kaulah yang mati.
Revolusi Terakhir
Setelah Tuhan ditumbangkan, dunia pun menjadi lebih baik.
Jakarta-Yogyakarta, 2008
Wow, ceritanya keren-keren! 😯
Btw, Mas Agus, entah kenapa kok rasanya lebih ‘enak’ bikin fiksi mikro yang suasananya horor atau suram ya. Ini cuma saya saja atau anda juga merasakannya? 😕
Soal nuansa “horor”, mungkin betul juga. Karena dalam kisah seperti itu, kita seperti “gampang” menemukan intensitas dan suspen yg diperlukan dalam sebuah fiksi mungil. Tentang kisah-kisah yang terhimpun di sini, terus terang, saya menulisnya dalam “satu tarikan nafas kreatif”, maksudnya, saya menulisnya dalam suasana mood yang sama: ketika saya disergap banyak berita perihal kasus pembunuhan dan mutilasi, kemudian saya mengeksplorasi. Barangkali, nanti, ketika saya bisa menemukan suasana lain, bisa jadi akan muncul suasana kisah yg lain pula. Setidaknya, saat ini saya memang berancang-ancang untuk menjelajah tema dan tekhnik yg lain. Yuk, kita bikin antologi fiksi mini bareng? Bagi temen-temen yg juga suka nulis fiksi mikro, bisa gabung. Aku emang berencana pingin bikin antologi fiksi mini. rasanya banyak kok yg demen dengan fiksi mini. Ini bisa menjadi “gelombang” yg menarik dalam sastra kita.
Untuk kawan2 lain aku pingin kasih tahu, Catshade juga mengelola blog yang berisi fiksi mini atau fiksi kilat, yg bisa kalian simak di: http://flashlit.wordpress.com/tulis/
mas agus, saya agus juga nih. mau tanya cerita di bwh ini bisa dikategorikan fiksi mungil gak?
Ia merasa amat kehilangan sahabatnya, Soeti, yang baru meninggal akibat bunuh diri. Malam itu ia memijit nomornya pada ponsel.
+ Halo, Soeti…?
– Ya.
Dan mereka pun ngobrol sampai pagi.
Yap. Itu udah bisa disebut fiksi mungil. Keren kok. Coba kamu Edit kalimat pembukanya, cari struktur kalimat yg lebih enak. Karena dari kalimat “Malam itu ia memijit nomornya….ampai ending”, udah asyik banget. Klo aku bikin antologi fiksi mini, mau gabung ga?
thanks untuk input dan ajakannya, mas. tapi aku masih perlu banget belajar nulis. really. banyak ketinggalan sejak meninggalkan indonesia.
sumpah!!
keren banget..
setiap cerita menimbulkan tanya di benak saya..
ini bsa dkatakn fiksi mungil ga mas?
aku sangat mengingat setiap detail dalam pertemuan kita minggu lalu. kenapa aku merasa sangat mengenalmu. seingatku kita belum pernah bertemu sebelumnya.
sudah ada ‘alur” disitu, sudah ada peristiwa. Nah, tinggal dipertajam lagi menurutku…
Mas agus, keren banget.Bergelimangan mayat ya.Baru kali ini aku tau ada fiksi mungil.Saya suka nulis, juga baca. Tapi kalo tulisannya kepanjangan sering lupa alur cerita. Fiksi mungil ni kan ga pke alur, ga pake lupa juga. Keren mas, makasih ya dah memberi pencerahan untuk tulisanku.
sip…
asyikk juga mas…
salam…
yang misteri mutilasi begitu memukau
mas J…
asyik tuh, aku sampai terperangah!
(dulu kita pernah ketemu di minomartani)
Pantesan kamu bisa tahu aku J…
ada kiat khusus unutuk menulis cermung ga ya ?
tertarik mempelajari :D..
sebab yang saya tahu sebatas puisi itu pun masih belajar 😀
mencoba membuat, termasuk fikmin gak ya?
“lelaki itu membentangkan baju yang sesaat lalu dicucinya di tali jemuran. Saat ia hendak berbalik melangkah kembali ke rumahnya, ia melihat baju yang sesaat lalu dibentangkannya masuk ke rumah dan menutup pintu.”
—
Bulan Tertusuk Antena
“Karena televisi di rumahnya kemresek, anak kecil itu disuruh oleh bapaknya menggoyang-goyangkan antena pada suatu malam. Di langit bulan bersinar sangat terang. Dengan tangan kecilnya ia menggoyang-goyangkan antena. Bulan ikut bergoyang, rupanya, ia nyangkut di pucuk antena.”
gimana, mas. kita sempet ngobrol di tangga waktu ultah apsas.
idenya menarik. Yang kedua, tentang bulan di pucuk antena itu, malash asyik. Ada catatan yng mungkin harus diperhatikan ketika menulis fiksi mini: diskripsi atau kalimat harus efektif. Hindari pengulangan kata yang sama, apalagi penggunaan “nya” yang berulang (seperti dalam fiksimu itu). Semakin efektif pelukisannnya, semakin bagus. Apalagi kalau pelukisan yang efektif itu bisa “membiaskan” keluasan spektrum kisah. Hingga kisah yang sederhana menjadi “prismatis”.
Cermung? Maksudnya, “cerita mungil” ya? Coba kamu baca jawban atau kementar-komentar saya tentang fiksi mungil, mungkin bisa diperhatikan beberapa pikiran saya di sana…
mas..
.saya minta ijin buat ngepost di facebook saya yah.
.plis.
.saya cantumkan pasti nama pengarang nya.
.sumpah.
.saya bener” terkesan
.thx b4
wonderful sekali