Kupersembahkan cerpen Natal ini untuk semua yang merayakannya. Bolehlah ini disebut cerpen magis atau surealis. Apa pun, saya harap kisah ini bisa merefleksikan keimanan kita.
Dunia Para Penyihir Bahasa
Kupersembahkan cerpen Natal ini untuk semua yang merayakannya. Bolehlah ini disebut cerpen magis atau surealis. Apa pun, saya harap kisah ini bisa merefleksikan keimanan kita.
Libur tlah tiba… libur tlah tiba…
Nyanyian kanak-kanak Tasya membuat saya tertawa. Mungkin karena saya memang pingin libur panjang. Saya ingin, akhir tahun ini menepi dari kehirukpikukan, dan membaca. Hanya membaca. Dan hanya membaca. Libur belum lagi tiba, tapi surat dari Panitia Pena Kencana lebih dulu tiba. Cerpen saya, “Kartu Pos dari Surga”, yang dimuat Kompas, 21 September 2008, masuk dalam “20 Cerpen Indonesia Terbaik 2009”. Lanjutkan membaca ‘– PENA KENCANA KE-2 TELAH TIBA’
SEORANG koruptor kakap mendadak muncul di kantor peradilan. Ia menyerahkan diri minta ditangkap. Beberapa petugas jaga – yang sebagian lagi ngobrol sambil nonton telenovela di televisi, dan sebagian lagi asyik main domino – langsung tergeragap kaget.
‘’Tolong tangkap saya,’’ koruptor ternama itu kembali bicara sambil mengulurkan kedua tangannya seolah-olah minta diborgol. Para petugas jadi langsung gemeteran. Apa tidak salah? ‘’Saya ingin jadi koruptor yang baik dan benar,’’ kata koruptor itu, sambil memandangi para petugas yang terheran-heran – juga agak ketakutan.
Tentu saja peristiwa itu langsung jadi berita besar. Puluhan wartawan segera mengerubungi sang koruptor. Dan koruptor itu pun langsung memberikan pernyataan-pernyataannya.
‘’Saya ingin memberi contoh kepada rekan-rekan koruptor lain, tak baik melarikan diri. Lebih baik duduk tenang di pengadilan. Kalau pingin sembunyi, bukankah persembunyian paling aman bagi koruptor justru ada di pengadilan. Kita nggak bakalan diperlakukan macam maling ayam. Paling ditanyai sedikit-sedikit basa-basi minta bagian hasil korupsi. Tak ada ruginya kalau kita berbagai rezeki sama hakim jaksa polisi. Anggap saja zakat buat mereka. Toh itu juga bukan uang kita.’’ Lanjutkan membaca ‘– KORUPTOR BUDIMAN’
Pada tanggal 15, 16, 17 Januari 2009, Teater Gandrik akan kembali mementaskan lakon Sidang Susila di Teater Salihara, Jakarta. Naskah besutan Ayu Utami dan Agus Noor itu, sebelumnya memang telah dipertunjukan di Jakarta dan Yogyakarta. Pementasan itu bisa dianggap sebagai “energi baru Gandrik” yang menandai geliat kreatif kelompok teater yang dikenal dengan “estetika sampakan”-nya. Lakon Sidang Susila, dipentaskan kembali lantaran dianggap (masih) memiliki relevansi dengan tema seputar Undang-undang Pornografi yang baru disahkan itu. “Setidaknya lakon ini akan menjadi pengingat bagi kita akan agenda-agenda tersembunyi yang akan mencederai pluralisme, kemajemukan serta pentingnya ruang untuk mengekspresikan setiap pikiran,” jelas Butet Kartaredjasa. “Makanya, ketika Komunitas Salihara memberi kesempatan tampil, kami sangat antusias. Bagaimana pun Komunitas Salihara merupakan representasi tempat dan ruang bagi kreatifitas di Republik ini. Klop-lah dengan Gandrik.” Selain Butet Kartaredjasa, para dedengkot Gandrik seperti Susilo Nugroho, Heru Kesawa Murti, Djaduk Ferianto, Whani Darmawan pun konsisten mendukung lakon ini. Lanjutkan membaca ‘– TEATER GANDRIK KEMBALI PENTASKAN “SIDANG SUSILA”’
Comments of Files